2.1 Pengartian Manajemen Laba
Manajemen laba didefinisikan sebagai usaha manajer untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan sengaja dalam batasan yang dibolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi yang bertujuan untuk memberikan informasi yang menyesatkan kepada para pengguna laporan keuangan untuk kepentingan para manajer (Meutia, 2004). Menurut Sulistyanto (2008) dalam Nuraini (2012), manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab pada komponen akrual dapat dilakukan permainan angka melalui metode akuntansi yang digunakan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan.
Komponan akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan (Sulistyanto, 2008 dalam Nuraini, 2012). Sugiri (1998) dalam Arif (2012) mendefinisikan manajemen laba sebagai perilaku manajer yang bermain dalam komponen discretionary accruals dalam menentukan besar labanya. Walaupun tidak menyalahi prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum namun ini dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat pada laporan keuangan eksternal dan menghalangi kompetensi aliran modal di pasar modal (Scott et al., 2001 dalam Meutia, 2004). Manajemen laba dalam lingkup yang lebih luas dapat didefiniskan sebagai tindakan manajer dalam meningkatkan (menurunkan) laba saat ini atas suatu usaha dan manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut (Sugiri, 1998 dalam Arif, 2012). Menurut Scott (2003) terdapat dua cara untuk mamahami manajemen laba. Pertama, sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua, memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, yaitu manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan semua pihak yang terlibat dalam kontrak. Manajemen laba memiliki pola-pola tertentu di dalam prakteknya.
Komponan akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan (Sulistyanto, 2008 dalam Nuraini, 2012). Sugiri (1998) dalam Arif (2012) mendefinisikan manajemen laba sebagai perilaku manajer yang bermain dalam komponen discretionary accruals dalam menentukan besar labanya. Walaupun tidak menyalahi prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum namun ini dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat pada laporan keuangan eksternal dan menghalangi kompetensi aliran modal di pasar modal (Scott et al., 2001 dalam Meutia, 2004). Manajemen laba dalam lingkup yang lebih luas dapat didefiniskan sebagai tindakan manajer dalam meningkatkan (menurunkan) laba saat ini atas suatu usaha dan manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut (Sugiri, 1998 dalam Arif, 2012). Menurut Scott (2003) terdapat dua cara untuk mamahami manajemen laba. Pertama, sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua, memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, yaitu manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka sendiri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan semua pihak yang terlibat dalam kontrak. Manajemen laba memiliki pola-pola tertentu di dalam prakteknya.
2.2. Teori Keagenan (Agency Theory)
Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya. Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan menunjukkan adanya hubungan positif antara asimetri informasi dengan manajemen laba
2.3. Sasaran Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-unsur laporan keuangan yang dapat dijadikan sasaran untuk dilakukan manajemen laba yaitu :
- Kebijakan Akuntansi.
Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu antara menerapkan akuntansi lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
- Pendapatan.
Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan.
- Biaya.
Menganggap sebagai beban/ biaya atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of investment).
2.4. Alasan Dilakukan Manajemen Laba
Alasan dilakukan manajemen laba karena:
- Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.
- Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinyadengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.
- Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya.
1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba
Berdasarkan yang dilakukan olehWatts dan Zimmerman (1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen laba. Faktor-faktor yang diajukan oleh Watt dan Zimmerman adalah:
- Hipotesis Bonus Plan.
Perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini.
- Debt To Equity Hypothesis.
Bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatakan pendapatan atau laba.
- Political Cost Hypothesis
Bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan.
2.5. Terjadinya Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) manajemen laba dapat dilakukan oleh manajer dengan cara-cara sebagai berikut:
- Manajer dapat menentukan kapan waktu akan melakukan manajemen laba melalui kebijakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer.
- Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh suatu perusahaan. Yaitu antara menerapkan lebih awal atau menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
- Upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu dari sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada (GAAP).
1.6. Motivasi Manajemen Laba
Beberapa motivasi terjadinya manajemen laba yaitu:
- Motivasi Program Bonus (Bonus Plan Motivations).
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.
- Motivasi politik (Political Motivations)
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan yang lebih ketat.
- Motivasi Perpajakan (Taxation Motivations)
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
- Motivasi perubahan CEO (Changes of CEO Motivations)
CEO (Chief Executive Officer) yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk menaikkan bonus mereka, dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
5.Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6.Motivasi perjanjian utang (Debt Covenants Motivations)
Perjanjian utang timbul karena adanya kontrak jangka panjang yang dilakukan oleh manajemen laba. pelanggaran terhadap hal tersebut akan mengakibatkan biaya yang tinggi terhadap perusahaan, oleh karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap covenant.
Healy dan Wahlen (1999) membagi motivasi earnings management menjadi tiga, yaitu:
a. Capital Market
Penggunaan secara luas informasi akuntansi oleh investor dan analis keuangan untuk membantu menilai saham dapat menciptakan insentif bagi manajemen untuk memanipulasi laba dalam usaha mempengaruhi harga saham.
b. Constructing Motivations
Healy dan Wahlen (1999) dalam Qomariyah (2006) membaginya menjadi dua, yaitu: lending constract dan management compensation constract. Esensi penjelasan Healy dan Wahlen (1999) sama dengan uraian Scott (2000) di atas, dimana penjelasan lending constract motivatons sama dengan other constractual motivations dan management compensations, constract motivationssama dengan bonus scheme motivations.
c. Regulatory Motivations
Terdapat tiga bentuk dalam motivasi ini, yaitu:
1) Industry Regulations Motivations
Industri-industri diatur dengan derajat pengaturan berbeda di masing-masing industri, beberapa diantaranya seperti industri perbankan dan asuransi menghadapi pemantauan yang lebih ketat oleh pihak regulator termasuk data-data akuntansi. Peraturan perbankan mengharuskan bank mencapai Cumulative Abnormal Return (CAR) tertentu, sedangkan peraturan asuransi menghasilkan perusahaan asuransi memenuhi syarat-syarat kesehatan keuangan minimum. Peraturan seperti ini menciptakan insentif bagi manajemen untuk mengatur laporan keuangan dan neraca sesuai dengan kepentingan pihak regulator.
2) Anti-trust and Other Regulations
Perusahaan yang berbeda di dalam penyelidikan pelanggaran anti-trust atau menghadapi konsekuensi politik yang tidak menguntungkan memiliki insentif untuk mengatur labanya agar tampak kurang menguntungkan. Manajemen yang memiliki subsidi dan proteksi pemerintah juga memilki insentif yang sama.
3) Tax Planning Purposes
Healy dan Wahlen (1999) tidak menjelaskan bagian ini, karena menurutnya earnings management untuk tujuan perencanaan pajak merupakan bagian tugas (dominant) otorisasi pajak yang memiliki insentif yang sama.
1.7. Teknik Manajemen Laba
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk melakukan manajemen laba pada laporan keuangan yaitu:
- Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara ini merupakan cara manajer untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
- Mengubah metode akuntansi
Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari metoda depresiasi angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus.
- Menggeser perioda biaya atau pendapatan
Beberapa orang menyebutkan rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan operasional. Contoh: rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menundapengeluaran untuk penelitian sampai perioda akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai perioda akuntansi berikutnya, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai, dan lain-lain.
1.8. Model-model Manajemen Laba
Ada beberapa bentuk manajemen laba yaitu:
- Taking a bath
Dalam bentuk jika manajemen harus melaporkan kerugian, maka manajemen akan melaporkan dalam jumlah besar. Dengan tindakan ini manajemen berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan kerugian piutang perusahaan dapat dilimpahkan ke manajemen lama, jika terjadi pergantian manajer.
- Income Minimization (menurunkan laba)
Dalam bentuk ini manajer akan menurunkan laba untuk tujuan tertentu, misalnya: untuk tujuan penghematan kewajiban pajak yang harus dibayar perusahaan kepada pemerintah. Karena semakin rendah laba yang dilaporkan perusahaan semakin rendah pula pajak yang harus dibayarkan.
- Income Maximization (meningkatkan laba)
Dalam bentuk ini manajer akan berusaha menaikkan laba untuk tujuan tertentu, misalnya: menjelang IPO manajer akan meningkatkan laba dengan harapan mendapatkan reaksi yang positif dari pasar.
- Income Smoothing (perataan laba)
Income smoothing dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan, dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.
Manajemen laba mempunyai dampak pada kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang menggunakan kebijakan akuntansi agresif (positive discretionary accruals) mempunyai biaya modal lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan kebijakan akuntansi konservatif (negative discretionary accruals).
Manajemen laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan keputusan tetapi dapat juga tidak. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai alternatif solusi atas masalah yang timbul akibat manajemen laba yang dapat tidak sesuai dengan kebermanfaatan laba dalam pengambilan keputusan, dan solusi tersebut tidak menimbulkan masalah baru.
Salah satu alternatif adalah pemberlakuan standar akuntansi yang lebih ketat tetapi masih memberi peluang bagi manajemen dalam melakukan pemilihan kebijakan akuntansi dalam batas wajar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk mengkomunikasikan informasi privat yang dapat meningkatkan keinformasian laba, atau untuk tujuan efficient contracting berbasis laba. Standar akuntansi yang lebih ketat dapat meningkatkan kualitas laba, tetapi perlu diperhatikan bahwa standar akuntansi yang lebih atau terlalu ketat dapat meningkatkan manajemen laba total (manajemen laba akuntansi dan manajemen laba real) serta meningkatkan biaya manajemen laba
No comments:
Post a Comment