I Hope, I Help You Find What You Want ^_^

I Hope, I Help You Find What You Want , if you need help, just ask me ^_^

Saturday, June 4, 2016

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan pola baru dalam manajemen pendidikan dimana esensinya adalah pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah serta mendorong untuk mengambil keputusan secara partisipatif. Dalam melaksanakan MPMBS sekolah dapat melakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi sekolah tersebut namun tetap berpedoman pada konsep dasar MPMBS serta ketentuan pelaksanaannya.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2001: 29) tahap-tahap pelaksanaan MPMBS meliputi:

1) Melakukan sosialisasi
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dapat dikatakan sebagai kebijakan baru yang harus diterapkan oleh sekolah dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut Dalam kegiatan pendidikan, setiap unsur atau elemen sekolah diharapkan turut mendukung dalam usaha peningkatan mutu tersebut. Oleh karena itu maka setiap elemen atau unsur-unsur sekolah harus mengetahui ”apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” MPMBS itu dilaksanakan. Sehingga langkah pertama yang harus ditempuh oleh sekolah ketika hendak menerapkan MPMBS adalah melakukan sosialisasi terhadap seluruh unsur-unsur sekolah yang terdiri dan guru, karyawan, siswa, orang tua siswa, termasuk pula pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota, pejabat Dinas Pendidikan Propinsi.

2) Mengidentifikasi tantangan nyata sekolah
Tahap kedua setelah dilakukan sosialisasi terhadap seluruh unsur-unsur sekolah adalah dengan mengidentifikasikan tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Pada tahap ini sekolah melakukan analisis terhadap output sekolah yang hasilnya merupakan tantangan nyata sekolah tersebut. Keberadaan sekolah tidak lepas dari berbagai tantangan yang harus dihadapi. Tantangan yang harus dihadapai oleh sekolah dapat dikategorikan ke dalam empat kategori yaitu tantangan kualitas, tantangan efektivitas, tantangan produktivitas, dan tantangan efisiensi. Terhadap berbagai tantangan tersebut sekolah harus mampu mengidentifikasinya. Output sekolah dapat dengan mudah diidentifikasi karena datanya telah tersedia. Sedangkan untuk mengidentifikasi output sekolah yang diharapkan seperti nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) yang akan dicapai pada tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan melakukan analisis perkiraan dilengkapi dengan berbagai asumsi untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang diharapkan di masa depan.

3) Merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah (tujuan situasional sekolah)
Setiap sekolah harus memiliki visi, misi, tujuan dan sasaran yang akan dicapai dengan jelas. Visi merupakan gambaran masa depan mengenai sekolah yang bersangkutan. Misi adalah tindakan yang dilakukan untuk mewujudkan visi tersebut. Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dalam waktu tertentu. Sedangkan sasaran merupakan sesuatu yang akan dihasilkan atau dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan tujuan sekolah.
Dalam merumuskan visi, harus berpedoman pada landasan yuridis yaitu Undang-undang pendidikan dan sejumlah peraturan pemerintah, khususnya tujuan pendidikan nasional sesuai dengan jenjang dan jenis sekolahnya serta sesuai dengan profil sekolah yang bersangkutan. Visi yang dibuat harus mengakomodasi semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah. Sedangkan dalam merumuskan misi harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan kepentingan yang terkait dengan sekolah. Hal ini dikarenakan misi merupakan bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.

4) Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
Setelah visi, misi, tujuan dan sasaran dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran. Fungsi-fungsi yang perlu diidentifikasi adalah proses belajar mengajar, seperti ketenagaan, kesiswaan, kurikulum, perencanaan instruksional, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dan masyarakat. Di samping itu fungsi lain yang perlu diidentifikasi yang tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar di antaranya pengelolaan keuangan dan pengembangan iklim akademik sekolah. Yang perlu mendapat perhatian bahwa dalam menentukan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran diperlukan kecermatan dan kehatihatian.

5) Melakukan analisis SWOT
Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran telah diidentifikasi maka langkah selanjutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi beserta faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, and Treath). Maksud dilakukan analisis SWOT adalah untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dan keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Analisis ini dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor internal maupun faktor eksternal karena tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi.
Tingkat kesiapan dikatakan memadai manakala ukuran kesiapan yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat terpenuhi. Bagi faktor internal ukuran kesiapan dinyatakan sebagai kekuatan sedangkan bagi faktor eksternal ukuran kesiapan dinyatakan sebagai peluang. Tingkat kesiapan dinyatakan kurang memadai apabila tidak memenuhi kesiapan, dimana bagi faktor internal dinyatakan sebagai kelemahan sedangkan bagi faktor eksternal dinyatakan sebagai ancaman.

6) Alternatif langkah pemecahan persoalan
Langkah pemecahan persoalan merupakan tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap setelah diketahui tingkat kesiapan melalui analisis SWOT. Selama persoalan atau ketidaksiapan fungsi masih dijumpai maka sasaran yang telah ditetapkan sulit dicapai. Agar sasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan maksimal, maka diperlukan tindakantindakan yang dapat mengubah fungsi tidak siap menjadi fungsi yang siap. Tindakan tersebut adalah langkah pemecahan persoalan yang pada hakekatnya merupakan tindakan untuk mengatasi kelemahan atau ancaman agar menjadi kekuatan atau peluang dengan cara memanfaatkan adanya satu atau lebih faktor yang bermakna kekuatan atau peluang.
Dalam memilih alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain tidak sama, disesuaikan dengan kesiapan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. Sehingga terhadap persoalan yang dihadapi oleh setiap sekolah harus menggunakan langkah pemecahan yang sekiranya dianggap sesuai dengan kondisi sekolah tersebut.

7) Menyusun rencana dan program peningkatan mutu
Rencana merupakan deskripsi hasil yang diharapkan serta digunakan untuk keperluan penyelenggaraan kegiatan sekolah sedangkan program merupakan alokasi sumber daya ke dalam kegiatan-kegiatan menurut jadwal waktu yang telah ditentukan. Rencana yang disusun hendaklah memperhatikan prinsip keterbukaan, artinya sekolah harus bersikap terbuka kepada semua pihak yang menjadi stakeholder pendidikan khususnya orang tua dan masyarakat (BP3/Komite Sekolah) pada umumnya.
Dalam menyusun rencana beserta program peningkatan mutu semua unsur-unsur sekolah harus dilibatkan. Di samping itu, dalam menyusun rencana perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang, mengingat sekolah tidak selalu sumber daya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan dalam melaksanakan MPMBS.

8) Melaksanakan peningkatan mutu
Setelah rencana peningkatan mutu disetujui dan disepakati bersama antara sekolah, orang tua siswa dan masyarakat maka dalam merealisasikannya diperlukan langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam mendayagunakan sumber daya yang tersedia agar program- program yang telah direncanakan dapat mencapai sasaran.
Agar tidak terjadi pengimpangan terhadap kegiatan-kegiatan peningkatan mutu yang dilaksanakan, maka kepala sekolah perlu melakukan supervisi dan monitoring terhadap berbagai kegiatan tersebut. Sebagai manajer di sekolah, kepala sekolah perlu memberikan arahan, bimbingan, dukungan, serta teguran kepada guru dan tenaga yang lain bilamana kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan jalur yang ditetapkan.

9) Melakukan evaluasi pelaksanaan
Evaluasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program yang telah dilaksanakan. Setiap unsuryang terlibat dalam suatu program hendaknya diikutsertakan dalam kegiatan evalusi, sehingga mereka dapat memahami penilaian yang dilakukan serta memberikan alternatif pemecahan terhadap persoalan yang dihadapi. Orang tua siswa serta masyarakat sebagai pihak ekstemal sebaiknya juga dilibatkan sehingga dapat diketahui sudut pandang pihak luar dibandingkan dengan penilaian pihak internal. Agar tidak terjadi ketimpangan dalam penilaian maka perlu dilakukan kesepakatan terhadap indikator yang akan digunakan dalam penilaian.
Hasil dan evaluasi pelaksanaan MPMBS perlu dibuat laporan yang terdiri dari laporan keuangan dan laporan teknis. Laporan keuangan menyangkut penggunaan uang serta pertanggungjawabannya sedangkan laporan teknis menyangkut program pelaksanaan dan hasil MPMBS. Laporan dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) yang harus dikirim kepada pengawas, Dinas Pendidikan Kabupaten, Komite Sekolah, Orang tua siswa, dan Yayasan (bagi sekolah swasta).

10) Merumuskan sasaran mutu baru
Sasaran mutu yang baru perlu dirumuskan setelah evaluasi terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu dilaksanakan. Hasil dan evaluasi dapat digunakan sebagai alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Di samping itu hasil evaluasi juga merupakan masukan bagi sekolah dan orang tua siswa untuk merumuskan sasaran mutu baru pada tahun yang akan datang. Apabila program yang telah dilaksanakan dianggap berhasil maka sasaran mutu perlu ditingkatkan, namun apabila program tersebut dianggap kurang berhasil maka perlu dilakukan perbaikan terhadap strategi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Selain itu sasaran mutu dapat diturunkan apabila dirasa terlalu berat dan tidak sesuai dengan sumber daya yang tersedia.
Setelah ditetapkan sasaran baru, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan masingmasing fungsi dalam sekolah tersebut sehingga dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Sehingga dari informasi yang telah diperoleh melalui analisis SWOT maka langkah-langkah pemecahan persoalan dapat segera dipilih untuk mengatasi faktor-faktor yang mengandung persoalan. Selanjutnya rencana peningkatan mutu yang baru dapat dilakukan. (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001).


Ditinjau dan peningkatan mutu, menurut E. Mulyasa (2002:25) ”Tujuan MPMBS dapat diperoleh melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem intensif dan disinsentif’.

Menurut Depdiknas (2001: 4) “Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif”.

Dari beberapa pendapat mengenai tujuan dan MPMBS, dapat disimpulkan bahwa tujuan dan MPMBS adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian atau memberdayakan sumber daya yang tersedia, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama, meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya, meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang dicapai.


Karakteristik

Setiap sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki karakteristik yang dimiliki MPMBS. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2001: 11) “Karaktenistik MPMBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif (effective school). Jika MPMBS merupakan wadah/kerangkanya maka sekolah efektif adalah isinya”. Karena karakteristik MPMBS tidak dapat dipisahkan dari karakteristik sekolah efektif, maka karaktenistik MPMBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses dan output.

1) Input pendidikan;
Input pendidikan yang merupakan karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, ciri-cirinya sebagai berikut:
a) Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas;
b) Sumber daya tersedia dan siap;
c) Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi;
d) Memiliki harapan prestasi yang tinggi;
e) Fokus pada pelanggan, yaitu siswa;
f) Input manajemen digunakan untuk menjalankan roda sekolah.

2) Proses;
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
a) Proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi;
b) Kepemimpinan sekolah yang kuat;
c) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
d) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif;
e) Sekolah memiliki budaya mutu;
f) Sekolah memiliki team-work yang kompak, cerdas dan dinamis;
g) Sekolah memiliki kewenangan atau kemandirian;
h) Partisipasi yang tinggi dan warga sekolah dan masyarakat;
i) Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen;
j) Sekolah memiliki kemauan untuk berubah secara psikologis dan fisik;
k) Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan;
l) Sekolah responsifdan antisipatif terhadap kebutuhan;
m) Komunikasi yang baik;
n) Sekolah memiliki akuntabilitas.

3) Output yang diharapkan;
Sekolah harus memiliki output yang diharapkan yaitu berupa prestasi sekolah yang dihasilkan dan proses pembelajaran dan manajemen di sekolah  (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2001: 11- 20).


Pengertian MPMBS

Pada saat ini, dunia pendidikan di Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu upaya yang nampak dilakukan adalah dengan menggalakkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS), yang lebih dikenal dengan istilah manajemen berbasis sekolah (MBS). Sebelum membahas lebih jauh mengenai manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah terlebih dahulu akan dibahas mengenai mutu dan mutu pendidikan.

Mutu merupakan derajat atau tingkat keunggulan suatu produk baik berupa hasil kerja maupun upaya dimana dalam suatu standar memerlukan biaya yang rendah. Permasalahan dalam bidang pendidikan yang dianggap penting adalah mutu pendidikan yang masih sangat rendah. Mutu pendidikan merupakan mutu lulusan dan setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kompetensi yang dicapai atau dimiliki oleh siswa.

Konsep mengenai pengelolaan pendidikan yang selama ini dilaksanakan lebih bersifat sentralistik sehingga segala kebijakan dibuat oleh birokrasi pusat sedangkan sekolah hanya bertindak sebagai pelaksana atas kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai kebutuhan belajar siswa, lingkungan sekolah serta harapan orang tua dan masyarakat sekitar. Fenomena ini sangat kontradiktif sehingga diperlukan adanya perubahan dalam pengelolaan pendidikan. Oleh karena itu maka konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan pendekatan baru dalam manajemen pendidikan di Indonesia yang merupakan bagian dan desentralisasi pendidikan yang telah dikembangkan.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2001: 3) mendefinisikan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah sebagai berikut: Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Definisi MPMBS yang dikemukakan oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah memberikan pemahaman bahwa inti dari MPMBS adalah pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif dengan melibatkan secara langsung semua warga sekolah.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2001: 4) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah dianggap perlu diterapkan di Indonesia dengan alasan sebagai berikut:
  1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga ia dapat mengoptimalkanpemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya;
  2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik;
  3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya;
  4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat;
  5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masingmasing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan;
  6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolahsekolahlain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upayaupaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat;
  7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan Depag RI (2001, 32-34) menyatakan diberlakukannya MBS, yaitu terletak pada empat komponen:

1) Pelimpahan dan Pembagian Wewenang
Desentralisasi kewenangan dilakukan dengan cara pelimpahan wewenang kepada aktor tingkat Sekolah (kepala Sekolah, guru, dan orangtua) untuk mengambil keputusan. Untuk mengoperasikan pelimpahan wewenang tersebut dibutuhkan adanya pembagian kewenangan yang jelas antara dewan Sekolah, pemerintah maupun para pelaksana pendidikan diSekolah. Dewan Sekolah yang anggotanya terdiri dari kepala Sekolah, tokoh masyarakat, tokoh pemerintah, orang tua, guru dan murid diberi kewenangan untuk membuat kebijakan, aturan-aturan dan menyetujui program sekolah yang dilaksanakan. Pemerintah memiliki kewenanganuntuk menyiapkan anggaran (block grant quota), menetapkan kurikulum nasional serta menyelenggarakan Unas untuk sertifikasi lanjutan studi danbekerja.

2) Informasi Dua Arah dan Tanggung Jawab 
Informasi yang dua arah akan memungkinkan terjadinya proses komunikasi yang dialogis dan efektif sehingga semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan dapat berbagi informasi dalam upaya pengambilan keputusan atau perbaikan-perbaikan penyelenggaraan pendidika. Selain itu, desentralisasi informasi juga bermanfaat untuk menguatkan rasa pemilikan dan tanggung jawab bersama untuk memajukan sekolah atau pendidikan.

3) Bentuk dan Distribusi Penghargaan
Penghargaan dalaam bentuk penggajian, insentif maupun penghargaan non material dalam bentuk internal (produk kerja, kepuasankerja) maupun bentuk penghargaan eksternal (pujian, uang, danpenghargaan lainnya) akan terdistribusikan secara tepat terhadap individu-individu sesuai dengan kontribusi, partisipasi dan tingkat keberhasilannyadi dalam pelaksanaan tugas yang diembannya. Kondisi seperti itu akanmemungkinkan setiap pegawai untuk merasa bangga terhadap tugas yang diembannya, mendorong untuk berpartisipasi/bekerja sepenuhnya sertaakan bertanggung jawab terhadap segala keputusan dan tindakan yang dilakukannya

4) Penetapan Standar Pengetahuan dan Keterampilan
Desentralisasi pengetahuan dan keterampilan berkaitan erat dengan pentapan standar kompetensi yang variatif sesuai dengan tuntutan yang ada serta memberikan peluang kepada pihak-pihak pelaksana pendidikan untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya secara mandiri dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab terhadap kinerja yang dihasilkannya. Kondisi tersebut diharapkan akan menghilangkan sikap saling melemparkan tanggung jawab atas hasil pendidikan.

No comments:

Post a Comment