UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau Badan Usaha disemua sektor ekonomi (Tambunan,
2012:2). Pada prinsipnya, pembedaan antara Usaha Mikro (UMi), Usaha Kecil
(UK), Usaha Menengah (UM) dan Usaha Besar (UB) umumnya didasarkan pada
nilai asset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata pertahun
atau njumlah pekerja tetap. Namun definisi UMKM berdasarkan ketiga alat ukur
ini berbeda disetiap Negara.
Di Indonesia, definisi UMKM diatur berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Definisi menurut UU No. 20 Tahun 2008 tersebut adalah:
- Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
- Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang.
- Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
Peran UMKM
Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan usaha
skala mikro kecil dan menengah (UMKM). Beberapa kesimpulan, setidaktidaknya hipotesis telah ditarik mengenai hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi
yang sangat cepat sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran
sektor usaha kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat
sejak perang dunia II, sumbangan UMKM ternyata tak bisa diabaikan (D.L. Birch,
1979 dalam Tambunan, 2013:3).
Usaha mikro kecil menengah (UMKM)
memainkan peran-peran penting didalam pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi, tidak hanya di Negara-negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga di Negara-negara maju (NM). Di NM, UMKM sangat penting tidak hanya karena
kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan
dengan usaha besar (UB). Di NSB, khususnya Asia, Afrika, dan Amerika Latin,
UMKM juga berperan sangat penting khususnya dari perspektif kesempatan kerja
dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan
pengurangan kemiskinan. Serta pembangunan ekonomi pedesaan (Tambunan,
2012:1). Tambunan menambahkan, dilihat dari kontribusinya terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) dan Ekspor Non-Migas, khususnya produk-produk
manufaktur, dan inovasi serta pengembangan teknologi, peran UMKM di NSB
relative rendah, dan ini sebenarnya perbedaan yang paling mencolok dengan
UMKM di NM.
Karakteristik UMKM
UMKM tidak saja berbeda dengan UB, tetapi ndidalam kelompok UMKM itu
sendiri terdapat perbedaan karakteristik antara UMi, UK, dan UM dalam sejumlah
aspek yang mudah dilihat sehari-hari di NSB, termasuk Indonesia. Aspek-aspek
tersebut termasuk orientasi pasar, profil dan pemilik usaha, sifat dari kesempatan
kerja di dalam perusahaan, sistem organisasi dan manajemen yang diterapkan di
dalam usaha, derajat mekanisme di dalam proses produksi, sumber-sumber dari
bahan baku dan modal, lokasi tempat usaha, hubungan-hubungan eksternal, dan
derajat keterlibatan perempuan sebagai pengusaha.
Salah satu ciri UMKM di Indonesia dan di negara berkembang lainya, adalah
biasanya kelompok industri yang sama, berlokasi berdekatan satu sama lain di
suatu wilayah. Pengelompokan secara geografis menurut kelompok ini, didalam
literratur industry atau UMKM, disebut klaster. Di Indonesia, banyak kegiatan
UMKM, khususnya UMK, yang tersebar di daerah-daerah memang sudah
berlangsung turun-temurun, dan umumnya setiap daerah memiliki spesialisasi
UMKM tersendiri.
Perkembangan UMKM
Menurut database dari Menteri Negara Koperasi dan UKM (Menegkop & UKM)
dan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1997 dalam Tambunan (2012:8),
terdapat sekitar 39,7 juta usaha mikro kecil (UMK), dengan nilai penjualan ratarata pertahun kurang dari Rp 1 Miliar per unit, atau sekitar 99,8 persen dari total
unit usaha pada tahun itu. Pada tahun 1998, pada saat krisis ekonomi mencapai
titik terburuknya dengan dampak negative yang sangat besar terhadap hampir
semua sector ekonomi di Indonesia, banyak perusahaan dari berbagai skala usaha
mengalami kebangkrutan atau mengurangi volume kegiatan secara drastic. Pada
saat itu, Menegkop & UKIM memperkirakan hampir 3 juta UMK berhenti
berusaha, dan jumlah usaha menengah (UM) dan usaha besar (UB) yang tutup
usaha, masing-masing sekitar 12,7 dan 14,2 persen dari jumlah unit masingmasing kelompok.
Lebih lanjut, Tambunan (2012:9) menjelaskan, pada tahun 2000, saat ekonomi
Indonesia mulai pulih dari krisis ekonomi 1997/1998, tercatat ada sekitar 39,7 juta
UMK, atau 99,85 persen dari jumlah perusahaan dari jumlah perusahaan berbagai
skala di Indonesia. Pada tahun yang sama, ada sekitar 78,8 juta UM, dengan ratarata nilai penjualan per tahun berkisar lebihy dari Rp 1 juta dan kurang dari Rp 50
miliar, atau 0,14 persen dari semua usaha yang ada. Pada tahun 2005, jumlah
UMK tercatat sekitar 47 juta, sedangkan jumlah UM mencapai hampir 96 juta unit. Pada tahun 2006, jumlah UMK mencapai sekitar 99,77 persen dari jumlah
usaha yang ada di Indonesia, sedangkan jumlah UM dan UB, masing-masing 0,01
dan 0,22 persen. Namu demikian, laju pertumbuhan unit usaha dari kelompok UM
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan UMK. Pada tahun 2008, jumlah populasi
UMK dan UM (sebut saja UMKM) mencapai sekitar 52,3 jutab unit dan
bertambah lagi menjadi 52,7 juta unit pada tahun 2009, atau 99,99 persen terhadap
total unit usaha di Indonesia yang berjumlah 52, 769 juta unit usaha.
Dilihat dari kesempatan kerja, pada tahun 2006, UMK mempekerjakan
80.933.384 orang, atau 91,14 persen dari jumlah angkatan kerja yang bekerja.
Jumlah ini meningkat dari 70.282.178 orang pada tahun 2003, atau laju
pertumbuhan sebesar 15,15 persen. Sedangkan UM dan UB, masing-masing
4.483.109 dan 3.388.462 orang. Jumlah pekerja di UM dan UB tersebut masingmasing menurun dan meningkat dari 8.754.615 dan 438.198 orang (atau masingmasing dengan tingkat pertumbuhan secara bersamaan), UMKM mempekerjakan
hampir 91 juta orang dibandingkan UB yang hanya sekitar 2,8 juta orang
(Tambunan, 2012:10).
Konsep Pengembangan UMKM
Menurut Danoko (2008:2), dalam upaya penumbuhan usaha kecil, perlu diketahui
karakteristik serta permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh usaha kecil. Pada
umumnya, usaha kecil mempunyai ciri sebagai berikut:
- Berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum
- Aspek legalitas usaha lemah
- Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku
- Kebanyakan tidak memiliki laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan
- Kualitas manajemen rendah dan jarang memiliki rencana usaha
- Sumber utama modal adalah modal pribadi
- Sumber daya manusia (SDM) terbatas
- Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik.
No comments:
Post a Comment